Reformasi Hukum Kepailitan Terhadap Koperasi Pada Masa Pandemi Covid 19

- Minggu, 26 Maret 2023 | 23:26 WIB
Karina Dwi Maharani (Ist)
Karina Dwi Maharani (Ist)

Karina Dwi Maharani

Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung

Opini, wowbabel.com - Pada era globalisasi, koperasi masih menjadi pilihan terbaik bagi masyarakat. Karena proses pinjam meminjam, jual beli dianggap sederhana dan mudah. Koperasi adalah bentuk kerjasama yang disesuaikan dengan kebutuhan bisnis dan keluarga. Peran koperasi, tumbuhnya koperasi dan berkembangnya koperasi dengan proses pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu dampak dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan.

Terlepas dari era globalisasi, saat ini kita menghadapi darurat Covid-19 yang menyebabkan penurunan ekonomi dan berdampak pada keberlangsungan koperasi. Presiden telah menetapkan bahwa darurat Covid-19 sebagai bencana nasional dalam pengertian Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 menetapkan bencana nonalam untuk penyebaran penyakit coronavirus (Covid-19). Darurat Covid-19 didefinisikan sebagai situasi wajib.

Dipahami bahwa karena keadaan yang tiba-tiba, badan hukum (orang) tidak dapat melakukan kewajiban atau layanannya dan tidak dapat menanggung peristiwa tersebut pada saat kontrak dibuat.

Hal ini untuk memastikan bahwa situasi ini tidak mengarah pada tanggung jawab hukum. Koperasi mengalami kerugian karena tidak dapat menjalankan usaha koperasinya seperti biasa. Dengan demikian, koperasi tidak dapat menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kewajibannya kepada anggota koperasi dan koperasi bangkrut atau menjadi objek kepailitan.

Koperasi adalah badan hukum yang fungsi hukumnya dijalankan oleh seorang pengurus yang bertanggung jawab atas pengurusannya dan dibagi bersama jika terjadi kepailitan. Sebelum proses kepailitan dan pembubaran koperasi, hal ini harus diselesaikan terlebih dahulu dengan kesepakatan bersama. Hal ini karena pendirian koperasi menggunakan asas kekeluargaan. Dengan demikian, keberadaan koperasi ditujukan untuk kesejahteraan anggotanya.

Pandemi Covid-19 tetap menjadi kategori darurat yang dapat diterima karena tidak mengandung unsur kesalahan, kesengajaan, atau kelalaian pengelolaan bersama.

Selanjutnya, Pemerintah Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (selanjutnya disebut “UU Perkoperasian”) yang merupakan perwujudan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu dasar pendirian koperasi. Koperasi dalam pengertian UU Koperasi adalah kesatuan ekonomi berdasarkan prinsip koperasi yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi, dan merupakan gerakan ekonomi kerakyatan berdasarkan asas kekeluargaan.

Karena saat ini belum ada aturan khusus untuk pengajuan pailit koperasi, maka seluruh tata cara pernyataan pailit koperasi terdapat dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penangguhan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut UU KPKPU). Mengacu pada semua Ketentuan di atas pada dasarnya hanya berlaku bagi koperasi pailit yang mampu memenuhi kewajibannya kepada krediturnya. Selanjutnya, akibat koperasi dinyatakan pailit dan tidak dapat memenuhi kewajibannya adalah pembubaran koperasi sesuai dengan Pasal 47 UU Perkoperasian.

Hal ini tertuang dalam Keputusan No. 17 Tahun 1994 tentang Pembubaran Koperasi oleh Pemerintah (selanjutnya disebut PP 17/1994). Sedangkan pembubaran koperasi karena pailitnya koperasi hanya dapat dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan Koperasi.(*)

Editor: Robby Wow

Tags

Terkini

X